rss_feed

Desa Pengadangan

Jln. Pemuda Indonesia - Kanada
Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat , Kode Pos 83665

087866222153 mail_outline [email protected]

Hari Libur Nasional
Hari Buruh Internasional / Pekerja
  • ISKANDAR

    Kepala Desa

  • AMRUL ARAHAP, M.Pd

    Sekretaris Desa

  • WAHIDIN

    KAUR TU & UMUM

  • HUMAIDI

    KAUR KEUANGAN

  • JUPNI ALI

    KAUR PERENCANAAN

  • DENI WAHYUDI, S.Kom

    KASI KESRA

  • SUDIRMAN

    KASI PELAYANAN

  • MUHAMAD ROLY GUNAWAN

    KASI PEMERINTAHAN

  • MUHYIDDIN

    KAWIL DUSUN GUBUK TIMUK

  • MUHAMMAD RAMLI

    KAWIL DUSUN BAWAK PAOK

  • NANDUR ANNASIP

    KAWIL DUSUN GUBUK JERO

  • ZAENURI

    KAWIL DUSUN KWANGSAWI

  • JUNI ISKANDAR

    KAWIL DUSUN SEMODEK

  • SAHRUL ANWAR

    KAWIL DUSUN AIK NGEMPOK

  • MUHAMAD YANDI

    KAWIL DUSUN LELONGKAK

  • APRIA SOLIHIN

    KAWIL DUSUN LENDANG BEDUK

  • DEDI SETIAWAN

    KAWIL DUSUN KARANG ESOT

  • BUKHARI

    KAWIL DUSUN KADUK

  • ZAENUDIN

    KAWIL DUSUN BEBOKAR

  • MUHALLIL

    KAWIL DUSUN NENGGUNG

  • ILHAM SURIADI

    KAWIL DUSUN PEJERUK

  • FARIDA ARIANTINA, S.Stat.

    Staf

settings Pengaturan Layar

Selamat Datang Di Website Resmi Desa Pengadangan. Maju, Religius dan Berbudaya
Bulan Ini
Kelahiran
0 Orang
Kematian
0 Orang
Masuk
2 Orang
Pindah
0 Orang
Bulan Lalu
Kelahiran
1 Orang
Kematian
0 Orang
Masuk
17 Orang
Pindah
0 Orang

8

Hari Ini

11

Kemarin

76

Minggu Ini

129

Bulan Ini

83

Bulan Lalu

427

Tahun Ini

1,333

Tahun Lalu

5,294

Total
fingerprint
Sejarah Desa

23 Februari 2021 10:35:02 2.096 Kali

  1. SEJARAH DESA PENGADANGAN

Sejarah adalah cermin masa lampau yang tidak bisa memantulkan seluruh bagian secara utuh dan sempurna. Dalam konteks ilmu dan pengetahuan, sejarah bisa berkedudukan sebagai pristiwa dan ilmu. Perbedaan versi, mitos, fakta keras dan fakta lunak adalah batang tubuh ilmu sejarah. Terlebih lagi, sejarah banyak mengungkapkan kejadian masa lampau yang kadang sulit berterima, kadang membangkitkan amarah karena penindasan-penindasan, kadang melahirkan  rasa sukuisme dan berbangga diri. Oleh karena itu, sudah seyogyanya membaca sejarah haruslah disertai dengan perasaan yang arif dan bijaksana.

Sebelum bernama Pengadangan desa ini memiliki sejarah yang amat panjang. Pada awalnya desa  ini bernama Samarkaton, Syahadatain, Kalkandangan,  kemudian barulah  menjadi Pengadangan. Dalam Babad Selaparang nama Pengadangan disebut dalam Puh 17 (Puh Asmaran): “Patih Pilo kembali ke Selaparang  melalui Parowa dan Pengadangan dengan membawa barang, gadis dan kuda persembahan.” Kutipan ini membuktikan bahwa nama Pengadangan sudah ada sejak Kerajaan Selaparang.

Bahri dalam bukunya yang berjudul “Tokoh Dan Sejarah Perkembangan Islam Lombok”   dengan lugas menyata-tegaskan bahwa Pengadangan adalah salah satu desa yang menjadi pusat penyebaran agama Islam di Pulau Lombok (Bahri, 2010: 89-97). Pernyataan ini bukanlah tanpa dasar melainkan dapat dibuktikan dengan banyaknya makam para alim ulama tersohor  yang terdapat di Pengadangan. Misalnya, Makam Songopati, Bibi Cili, Sri Ketip MenAlquranganti, Sri Ketip Menggala, Sandubaya, dan Guru Bulet.

  • ERA SAMARKATON

 Samarkaton berasal dari dua kata yakni, samar dan katon, samar berarti gaib sedangkan katon memiliki arti nyata. Sementara dalam Bahasa Sasak Samarkaton diartikan sebagai tempat yang samar tapi nyata dan ada (seru laguq pedas). Sesuai dengan namanya, Samarkaton praletusan Samalas memang berdandan dengan keanehan dan keganjilan.

Berdasarkan cerita tetua desa, konon penduduk Samarkaton tidak bisa lebih dari 44 orang. Ketika ada kelahiran pasti diikuti oleh kematian. Pada waktu itu, bayi-bayi yang lahir langsung menjadi tangguh (kebal senjata tajam), jika bayi yang lahir tidak tangguh, maka dapat dipastikan bayi tersebut bukanlah keturunan asli Samarkaton. Situasi masyarakat yang tak-bertatanan, berpikir dan berperilaku berdasarkan perenungan-perenungan terhadap hal-hal mistis (gaib) merupakan sedikit gambaran mengenai kondisi Samarkaton  sebelum letusan Samalas.

Pada Tahun 1257 M Gunung Samalas meletus, dan penduduk Samarkaton mengamankan diri di suatu tempat yang di sebut Suwung bersama dengan penduduk desa lain. Setelah merasa aman mereka berkumpul di Desa Perempatan. Setelah keadaan tenang, di Perempatan kelompok ini bermusyawarah untuk mencari solusi dan titik temu mengenai keberlangsungan hidup mereka.

Dari Peremapatan mereka menjadi dua bagian yang pertama langsung mendirikan Kerajakan Lombok berpusat di Labuhan Lombok yang  terkenal dengan seorang patih bernama ’’sandubaya’’ dan yang sebagian lagi kembali ke Samarkaton di bawah pimpinan Tuaq Nunggal  (terjadi pada abad  XIII juga). Salah satu bukti bahwa Desa Samarkaton menjadi salah satu bagian wilayah kekuasaan Kerajaan Lombok adalah dengan adanya di tempat itu makam patih Sandubaya, makam tersebut terletak di suatu tempat yang disebut Montong Kerembong kira-kira 250 meter sebelah barat mata air Kerembong.

Samarkaton setelah letusan Gunung Samalas terkenal sebagai pusat bersmedi para raja dan alim ulama, bahkan di luar Pengadangan,  Samarkaton atau Pengadangan disebut-sebut sebagai pintu masuknya alam gaib. Tidak banyak yang bisa dijadikan sebagai dasar pembuktian pada era ini. Hal ini disebabkan karena letusan Gunung Samalas yang sangat dahsyat. Bahkan, dari cerita tetua desa, konon Samarkaton sebelum letusan Samalas terkenal sebagai desa yang hilang. Inilah kemudian yang menyebabkan sulitnya mengidentifikasi atau menentukan letak sesungguhnya dari Desa  Samarkaton (sebelum letusan Samalas). Sementara itu, Desa Samarkaton setelah letusan Samalas berada di sekitar mata air Kerembong (sekarang Dusun Sukataian Desa Pengadangan Barat). 

  • ERA SYAHADATAIN

Akhir dari Samarkaton diawali dengan kedatangan seoarang alim ulama yang bernama Songopati. Songopati berasal dari Jawa dan membawa ajaran Islam dengan ajaran ALHAMDU dan kalimat Syahadat. Sebelum kedatangan Songopati penduduk Samarkaton (setelah letusan Samalas) menganut suatu ajaran yang disebut Ujud Tunggal. Sebuah ajaran yang berpegang teguh pada prinsip ‘Bahwasanya segala sesuatu yang ada di jagad raya diciptakan oleh ujud satu dan segalanya akan kembali pada ujud satu tersebut”.

Ketika Songopati datang ia disambut oleh pimpinan Desa Samarkaton yang bernama Tuaq Nunggal. Songopati kemudian mengjarkan kalimat syahadat kepada semua penduduk Samarkaton. Pristiwa ini kemudian diabadikan dengan mengganti nama Samarkaton menjadi Syahadatain. Untuk keperluan pelaksanaan ibadah, Songopati membangun sebuah masjid bertiang satu di tengah-tengah  yang berdiri dari tanah langsung tunjang ke ujung /puncak bangunan (soko guru ) dan dilengkapi dengan 12 tiang keliling.

Bukti mengenai keberadaan Syahadatain adalah pondasi bangunan masjid pertama yang masih sampai hari ini. Bukti lainnya adalah ditemukannya tiga batu di pondasi masjid tersebut. Batu pertama bertuliskan kata ALHAMDU dan batu kedua merupakan tempat bersujud, serta batu ketiga adalah tempat duduk ketika sedang mengajarkan ilmu agama.  

Sepeninggal Songopati, Desa Syahadatain kembali dipimpin oleh Tuaq Nunggal. Pada masa ini semangat menuntut ajaran Islam mulai surut mara (kendor). Terlebih lagi pada masa ini Tuaq Nunggal sebagai pimpinan dan panutan meninggal dunia. Namun, sebelum meninggal dunia Tuaq Nunggal mengijazahkan ajaran dan menyerahkan tongkat kepemimpinan pada Amaq Menganti.

  • KALKANDANGAN

Kalkandangan berarti tempat penampungan. Peralihan nama dari Syahadatain ke Kalkandangan dilandaskan pada pemikiran Amaq Menganti dari Syahadatain ke Presaq dan Odang. Amaq Menganti sangat yakin bahwa kelak ia akan tiba pada suatu tempat yang bisa menjadi tempat menetap. Sementara Presaq dan Odang hanyalah tempat sementara (penampungan).

Situasi masyarakat yang tidak bisa berkembang, bencana alam, wabah penyakit, membuat masyarakat Syahadatain sepakat untuk pindah dan mencari pemukiman baru. Penduduk yang hanya terdiri dari 44 orang itu, kemudian mendiami sebuah tempat yang bernama Presaq. Untuk mengembalikan semangat dan rasa ke-Islaman, di tempat ini kemudian dibangunlah sebuah masjid. Namun sepertinya keberadaan masjid ini belum bisa mengemblikan semangat menuntut dan mengerjakan ilmu agama seperti yang dulu.

Setelah beberapa waktu keadaan belum juga berubah, jumlah penduduk terus berkurang karena wabah penyakit. Kemudian, pada suatu hari datanglah angin puting beliung yang menerbangkan kubah masjid ke sebuah tempat yang bernama Odang. Setelah bermusyawarah, semua penduduk akhirnya sepakat untuk pindah ke Odang.

Konon ketika bermukim di Odang bayi-bayi yang lahir sebagian besar cacat atau terkena wabah penyakit. Keadaan ini membuat khawatir dan gelisah semua penduduk terutama Amaq Menganti. Akhirnya, dari hasir tafakur Amaq Menganti mendapat sebuah wangsit untuk melakukan sebuah upacara do’a untuk ibu-ibu yang sedang hamil. Lalu wangsit tersebut dilaksanakan, prosesi mendo’akan ibu yang sedang hamil ini diberi nama Retes Embet.

  • PENGADANGAN

Setelah proses yang panjang dan sepertinya begitu melelahkan. Akhirnya,  pada suatu malam Amaq Menganti bermimpi bahwa akan datang suatu rombongan  yang akan meneruskan ajaran Islam dan membawa berbagai perkakas kehidupan yang dapat merubah keadaan. Mimpi inilah yang kemudian diyakini Amaq Menganti dan dengan sabar tetap menunggu kedatangan rombongan tersebut. Setelah penantian yang cukup lama, akhirnya mimpi  Amaq Menganti ini menjadi kenyataan.

Pada suatu hari yang telah ditentukkan (berdasarkan wangsit), Amaq Menganti bersama semua warga naik ke dataran yang lebih tinggi untuk menunggu rombongan yang telah dijanjikan. Kemudian, Amaq Menganti memerintahkan masyarakat untuk menunggu di sebuah tempat lapang (tengah-tengah desa).  Amaq Menganti sendiri pergi menunggu rombongan tersebut di pinggir kali. Semua masyarakat menunggu dengan cemas dan penuh harap. Akhirnya, setelah beberapa lama,  dari kejauhan dilihatlah rombongan orang-orang berjubah yang dibawa oleh Amaq Menganti. Proses inilah yag kemudian melahirkan nama Pengadangan.

Kata Pengadangan lahir dari proses penghadangan Sri Ketip Menggala (ahli agama) bersama rombongan  yang terdiri dari Mangkubumi (ahli adat) Demung Astawa, Demung Sentani, Demung Ratjaya (masing-masing adalah ahli rencana) dan Demung Bukal (ahli perang/kesaktian).Rombongan ini berasal dari Jawa dan memang bertujuan untuk datang ke Lombok mencari sebuah tempat. Konon, perintah untuk mencari sebuah tempat didapatkan  Sri Ketip Menggala dalam tafakurnya. Pada waktu itu, satu-satunnya pelabuhan di Lombok adalah Pelabuhan Carik, di pelabuhan inilah rombongan tersebut bersandar dan singgah di Bayan. Selama singgah di Bayan, Sri Ketip Menggala mengajarkan kitab Bayanul Alif sambil mencari kepastian mengenai keberadaan sebuah tempat yang ada dalam tafakurnya. Perjalanan rombongan ini kemudian dilanjutkan ke Sembah Ulun (Sembalun). Sama seperti di Bayan, sambil mencari informasi mengenai tempat yang ada dalam tafakurnya, di Sembah Ulun Sri Ketip Menggala mengajarkan Kitab Bayanullah.

Perjalanan rombongan ini kemudian dilanjutkan ke utara, sampai ditemukanlah sebuah kali yang bernama kali Blimbing. Rombongan ini kemudian berjalan mengikuti aliran air anak kali tersebut (Arung Radeng). Akhirnya, sampailah rombongan ini pada suatu tempat yang sama persis dengan tempat yang ada dalam tafakur Sri Ketip Menggala. Di tempat ini ia telah ditunggu oleh oleh Amaq Menganti. Amaq Menganti kemudian menghamipiri rombongan Sri Ketip Menggala sambil bertanya, “Andakah yang kami tunggu?” Sri Ketip Menggala kemudian menjawab “Ya”.

Amaq Menganti kemudian mempersilahkan rombongan tersebut untuk berjalan ke tengah-tengah desa. Ketika rombongan yang dibawa oleh Amaq Menganti sampai di tengah desa, masyarakat banyak yang telah lama menunggu langsung menyambut dengan gegap gempita kebahagiaan. Pristiwa itu kemudian diabadikan dengan pemberian nama dua tempat. Arah datangnya Sri Ketip Menggala dan rombongan diberikan nama Liwatan dan  tempat terjadinya proses penghadangan oleh masyarakat luas diberikan nama Pengadangan.

Di Pengadangan Sri Ketip Menggala kemudian mengawinkan ajaran yang telah diajarkan di Bayan dan Sembah Ulun (Bayanul Alif dan Bayanullah). Pada waktu itu,  situasi masyarakat masih acuh terhadap ajaran agama, oleh karena itu, untuk merangsang ketertarikan masyarakat, proses pengajaran ini dibungkus dalam bentuk upacara-upacara adat. Proses inilah yang kemudian melahirkan Adat Gama.

Benda-benda yang dibawa oleh rombongan Sri Ketip Menggala beserta rombongan:

  1. Kitab-Kitab Alqur'an
  2. Kitab-Kitab Fiq Menurut Iman Syafi’i;
  3. Kitab Tauhid Usuluddin Menurut Aliran Asy’aridanmaturiadi;
  4. Kitab-Kitab kewalian yang yang terdiri dari, Bayanul alif, Bayanullah, Bayanurrabbi dan Kitab Nuqthah gaib, empat serangkai kitab ini isi kandungannya berkisar pada rahasia ketuhanan,rahasia kemanusiaan,rahasia ilmu  dan amal ibadah,serta rahasia asal usul kejadian (fitrah);
  5. Khotbah-khotbah yang terdiri dari, Kotbah jum,at, Kotbah hari raya idulfitri dan Kotbah hari raya idul adha;
  6. Jungkat berbentuk tombak sebanyak tiga buah yang berfungsi sebagai tongkat/perlengkapan khotib;
  7. Dua setel jubah untuk pakaian khotib dan imam pada hari raya idul fitri dan hari raya idul adha;
  8. Dua lembar sebean (sajadah); dan
  9. Pisau yang khusus digunakan untuk meyembeleh ternak yang di sebut (ladik sembelehan) sebanyak dua buah.

Sebagian besar benda-benda tersebut masih disimpan para tetua desa sampai sekarang. Namun, karena perubahan tongkat generasi, kitab-kitab yang dibawa oleh Sri Ketip Menggala beserta rombongan telah hilang. Ada beberapa pendapat  yang berkaitan dengan keberadaan kitab-kitab ini. Akan tetapi, karena berbagai pertimbangan pendapat-pendapat itu tidak bisa kami ungkapkan.

Langkah pertama yang dilakukan Sri Ketip Menggala adalah mengajak seluruh masyarakat untuk pindah ke dataran yang lebih tinggi yakni, tepat di sekitar proses pengahadangan. Kemudian diajaklah masyarakat untuk bersama-sama mendirikan sebuah masjid. Masing-masing warga kemudian membagi diri untuk mencari berbagai bahan dan perlengkapan untuk pendirian masjid tersebut. Beberapa orang mencari kayu, lalu yang lainnya mencari ilalang, batu, bambu, dan berbagai bahan lainnya.  Karena kerja sama yang baik dari seluruh masyarakat tidak butuh waktu lama masjid tersebut akhirnya berdiri gagah menatap langit. Bersamaan dengan    hadirnya rombongan para peminpin tersebut nama Amaq Menganti diganti dengan Sri Ketip Menganti dan mendapat julukan  Lebe Sandar. Berikut ini daftar nama-nama pemimpin di Desa Pengadangan sejak berdidir sampai dengan mengenal sisitem pemerintahan.

NO.

NAMA KEPALA DESA

ALAMAT

MASA JABATAN

BELUM MENGGUNAKAN MASA JABATAN

1

SRI KETIP MENGANTI

 

 

2

KUSUMA JATI

 

 

3

KERTA JAGAT

 

 

4

BALOQ BANGSATI

PENGADANGAN

 

5

BALOQ SUGANDA

SUKADANA

 

6

BP.SRI JAYA

GB.JERO

 

7

BP. DIRASIH

GB.JERO

 

8

BP. UKIR

GB.JERO

 

9

AQ.DARMASIH

GB.TIMUK

 

10

BP. DAUH

GB.JERO

 

11

BP. DIRAWIT

GB.JERO

 

SETELAH MENGGUNAKAN MASA JABATAN

12

AQ. SRI AMIN

GB.TIMUK

1922-1944

13

BP. AYAN

GB.JERO

1944-1949

14

LALU MUKSIN

GB.TENGAK

1945-1958

15

AQ.KESIM

GB.TIMUK

1958-1960

16

BP. SENENG

GB. JERO

1960-1962

17

AQ. PAHRUDIN/

TGH.AHMAD NURUL AZIM

GB.TIMUK

1962-1966

18

LALU SAHRUDIN/MAMIQ RUL

GB.TENGAK

1967-1972 DAN 1972-1975

19

SUKARMA/AMAQ AMALIAH

GB.TENGAK

1975-1983 DAN 1983-1990

20

AMIR ALI/AMAQ AHI

GB. SEMODEK

1990-1998 DAN 1998-2005

21

JUMAHAR

GB.TIMUK

2005-2011 DAN 2011-2017

22

ISKANDAR

GB.TENGAK

2018-sampai sekarang

 

chat
Kirim Komentar

Untuk artikel ini

person
stay_current_portrait
mail
chat

account_circle Pemerintah Desa

map Wilayah Desa

reorder Peta Desa

event Agenda


  • Belum ada agenda

insert_photo Galeri

assessment Statistik

message Komentar Terkini

contacts Media Sosial

Alamat : Jln. Pemuda Indonesia - Kanada
Desa : Pengadangan
Kecamatan : Pringgasela
Kabupaten : Lombok Timur
Kodepos : 83665
Telepon : 087866222153
No. HP :
Email : [email protected]

assessment Statistik Pengunjung

Hari ini : 585
Kemarin : 1.046
Total Pengunjung : 212.255
Sistem Operasi : Unknown Platform
IP Address : 172.70.100.110
Browser : Mozilla 5.0

folder Arsip Artikel